Kamis, 05 Agustus 2010

Apa dan Bagaimana Dahsyatnya Dampak Pemanasan Global

AKTIVITAS penghijauan selalu dikaitkan dengan upaya meminimalisir dampak pemanasan global. Sebenarnya bagaimana kaitan antara penanaman pohon dengan mengurangi pemanasan global?

Pemanasan global adalah kenaikan suhu udara rata-rata di seluruh permukaan bumi. Kenaikan suhu udara ini terjadi karena semakin banyak gas-gas rumah kaca di atmosfer bumi.
Gas-gas ini antara lain uap air (H2O), karbon dioksida (CO2), nitrous oksida (N2O), dan gas metana (CH4), bersama dengan gas-gas lain menyelimuti bumi yang disebut dengan udara.
Gas-gas ini memiliki efek rumah kaca, sehingga sinar matahari bisa masuk menembus kaca, namun panas dari rumah kaca tidak bisa keluar karena tertahan oleh kaca, sehingga udara di dalam rumah kaca lama-kelamaan menjadi lebih panas.
Hal seperti ini dilakukan petani di daerah beriklim dingin untuk meningkatkan dan menjaga kestabilan suhu di daerah pertaniannya.
Demikian pula gas-gas rumah kaca di atmosfer bumi. Sinar matahari mampu menerobos lapisan gas ini sehingga mencapai permukaan bumi. Sebagian sinar itu diserap bumi, lainnya dipancarkan kembali ke atmosfer (udara) dalam bentuk panas.
Panas ini akan diserap gas-gas rumah kaca, kemudian dipancarkan kembali ke segala penjuru arah, termasuk sebagian besar ke arah bumi. Panas yang dipancarkan kembali ke arah Bumi inilah yang menyebabkan suhu udara di permukaan Bumi menjadi lebih tinggi.
Peningkatan konsentrasi (jumlah) gas-gas rumah kaca ini di atmosfer dengan sendirinya akan meningkatkan jumlah panas yang terperangkap di lapisan udara permukaan bumi. Dalam jangka panjang hal inilah yang menyebabkan pemanasan global.
Di antara gas-gas rumah kaca, jumlah gas karbon dioksida adalah yang meningkat signifikan, terkait dengan peningkatan aktivitas penggunaan bahan bakar fosil (gas, minyak dan batubara) untuk berbagai keperluan seperti transportasi, industri dan rumah tangga, dari zaman pra-industri hingga zaman modern saat ini.
Pemantauan di observatorium Mauna Loa, Hawaii, konsentrasi CO2 meningkat secara konsisten dari sekitar 318 ppm pada 1957 menjadi sekitar 387 ppm pada tahun 2010.
Sementara itu, panel ahli antarpemerintah mengenai perubahan iklim (IPCC) mengungkapkan bahwa suhu permukaan bumi meningkat 0,6 derajat Celcius dari tahun 1861 hingga pada tahun 2001, dan saat ini diperkirakan suhu permukaan bumi meningkat sekitar 0,74 derajat Celcius.
Dampak negatif dari pemanasan global ini sudah disuarakan banyak kalangan sejak beberapa dekade lalu, namun komunitas dunia terutama kalangan industri baru sadar dalam beberapa tahun terakhir setelah lapisan es di kutub mulai mencair.
Pencairan es itu dikhawatirkan akan menaikkan muka air laut, yang bisa menenggelamkan pulau dan sejumlah kota di tepi pantai, serta segala aktivitas masyarakat di kawasan pesisir.
Dampak lain dari pemanasan global yakni terganggunya pola iklim. Pola iklim yang tidak teratur membuat pola tanam pertanian menjadi kacau, bahkan bisa berakibat pada gagal panen yang bisa mengakibatkan kelaparan bagi manusia.
Sebagai contoh, selama ini musim hujan di Indonesia dikenal pada periode September hingga Februari, dan musim kering (panas) pada Maret hingga Agustus. Dengan pola ini, biasanya petani menanam padi pada Desember (puncak musim hujan) dan rencana panen pada Maret atau April (awal musim kering).
Karena perubahan iklim, musim hujan berlangsung hingga Maret, maka padi tersebut akan hancur dan tidak bisa dipanen.

Selain itu, meningkatnya suhu udara bisa memunculkan berbagai penyakit baru yang sulit ditangani, karena belum sempat dilakukan penelitian.
Para ahli memperkirakan apabila suhu udara meningkat dua derajat Celcius, maka perubahan ekosistem bumi yang terjadi tidak akan bisa dipulihkan (ir-reversible), mahluk hidup banyak yang akan punah.
Oleh karena itu, untuk menghindari malapetaka karena kenaikan suhu tersebut bangsa-bangsa di dunia sepakat untuk mengurangi emisi karbon ke udara mulai tahun 2020.
Ada beberapa cara untuk mengurangi jumlah gas CO2 di udara, antara lain mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan menanam pohon/tumbuhan/tanaman untuk menyerap CO2 dari udara.
Mengurangi penggunaan bahan bakar fosil bisa dilakukan dengan efisiensi penggunaan energi dan atau menggunakan sumber energi lain seperti energi nuklir, tenaga matahari, tenaga air dan lain-lain.
Sementara itu penyerapan CO2 dari udara dilakukan tumbuhan (pohon) melalui proses fotosintesis di dalam daun. Atas bantuan energi dari sinar matahari, air yang diserap tumbuhan dari tanah akan bercampur dengan CO2 yang diserap dari udara untuk menghasilkan gula, yakni bahan organik yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang.
Semakin banyak tumbuhan (pohon) akan semakin banyak pula daun yang menyerap CO2, sehingga konsentrasi CO2 di udara bisa berkurang. Demikianlah proses penanaman pohon bisa mengurangi pemanasan global.(firmansyah)

Tribun Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar