Kamis, 05 Agustus 2010

Pelestarian Hutan

HUTAN di Provinsi Kalimantan Tengah atau Kalteng, akan musnah antara tahun 2012-2016. Perkiraan tersebut berdasarkan data tutupan hutan Kalimantan, dari tahun 1900 hingga sekarang, dengan menggunakan proyeksi konservatif dan proyeksi pesimistis.

Berdasarkan proyeksi konservatif atau pengelolaan hutan secara lestari, kerusakan hutan dapat ditekan 781.529 hektare per tahun. Namun, jika terjadi kesalahan pengelolaan hutan atau proyeksi pesimistis, 1.240.000 hektare hutan akan hilang per tahun.

Koordinator Wilayah World Wide Fund for Nature Indonesia, badan dunia yang peduli terhadap masalah lingkungan wilayah Kalteng, Rosenda Kasih, mengatakan, Rabu (28/7), tutupan hutan Kalteng tercatat seluas 8.635.944,854 hektare. Itu berarti, hutan tersebut akan hilang 2 hingga 3 tahuin ke depan.

Data tutupan lahan yang dikumpulkan dari tahun 1900 tersebut, diproyeksikan per 25 tahun. Bahkan akhir-akhir ini, menjadi per 10 tahun, dengan melihat laju kerusakan hutan yang semakin cepat. Pengelolaan hutan yang salah terlihat pada banyaknya pembukaan lahan tanpa memperhatikan aspek lingkungan, sosial, budaya, dan aspek ekonomi.

Selain pengelolaan hutan yang salah dari sisi kebijakan, hilangnya hutan juga disebabkan oleh kebakaran hutan, pembalakan liar, pertambangan, dan pembukaan perkebunan sawit secara besar-besaran.

Carut-marutnya pengelolaan hutan juga disebabkan oleh proses otonomi daerah. Beberapa kabupaten mengeksploitasi hutan untuk memenuhi pendapatan asli daerah. Untuk menggenjot pendapatan daerah, banyak dikeluarkan izin-izin perkebunan dan pertambangan yang terletak pada kawasan hutan.

Persoalan hutan tropis di Indonesia, akhir-akhir ini, makin serius. Kini, hutan primer hanya ditemukan di Kalimantan dan Papua. Bila hutan di daerah tersebut dieksploitasi secara berlebihan atau rusak karena pembalakan liar yang tak kunjung teratasi, dampaknya sangat besar bagi Indonesia dan dunia.

Tak heran, investor ternama asal Amerika Serikat, George Soros, Sabtu (24/7), berwisata alam ke beberapa hutan tropis di Kalimantan Tengah. Duta Perserikatan Bangsa Bangsa atau PBB untuk lingkungan berkunjung ke provinsi itu untuk melihat hutan yang masih terjaga kelestariannya dan keberadaan rawa gambut.

Dari perjalanan wisata hutan tropis tersebut, Soros akan mendapatkan secara langsung informasi di lapangan. Kedatangannya juga didorong oleh rasa tertarik terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi Kalteng yang peduli terhadap kelestarian lingkungan, terutama hutan dan lahan gambut.

Kunjungan investor terkenal dunia itu, pasti, bermanfaat bagi daerah. Terlebih lagi, pemerintah provinsi tersebut sedang berupaya merahbilitasi kerusakan lahan gambut seluas 1 juta hektare. Rehabilitasi yang memerlukan dana tak sedikit itu, memang, tak bakal terealisasi, bila berharap pada anggaran, baik daerah maupun pusat.

Dengan kata lain, perlu terobosan kreatif di kalangan pemerintah daerah dalam upaya menanggulangi kerusakan lingkungan. Selain regulasi dan kebijakan pemerintah yang tepat, dukungan dana pun ikut menentukan.

Provinsi Sulawesi Selatan juga menghadapi persoalan serius berkaitan dengan lingkungan hidup. Sekitar 90 persen hutan mangrove, misalnya, rusak parah akibat eksploitasi dan alih fungsi lahan. Upaya rehabilitasinya memerlukan terobosan dari pemerintah daerah. Pemprov Kalteng sudah menunjukkan kemampuannya. ***

Tribun Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar